Posted by : Intelectual Moslem Community Senin, 01 Juni 2015

Hasan Al-Banna
Sebelum kita membahasa masalah Fiqih, kita harus memiliki kata sepakat dahulu, bahwa Fiqih itu pasti berbeda-beda. Perbedaan bisa disebabkan karena keluasan ilmu para ahli Fiqih dan tak kalah penting, kondisi atau zaman yang sedang berlangsung pada waktu setempat. Untuk itu, saya ingin sedikit merangkum isi dari buku Fiqih Politik Hasan Al-Banna. Semoga bisa menjadi gambar pembelajaran untuk diambil hikmahnya yang kemudian bisa dikembangkan untuk wilayah Indonesia.

Pengertian

Fiqih berarti pemahaman atau kecerdasan. Makna Fiqih tidak hanya mengetahui tetapi pemahaman yang mengharuskan pemakaian akal, menggunakan pikiran, serta mencapai kepada pemahaman itu setelah melalui usaha yang keras. Menurut istilah, Fiqih tidak bisa didapat oleh sembarang orang, hanya dia yang memiliki kemampuan akal yang tinggi, memiliki tingkat keimanan yang tinggi dan memiliki keshalihan yang spesifik (Al-An’am : 98). Kemudian Fiqih juga tidak bisa dicapai oleh orang kafir dan orang munafik (Al-Anfaal : 65). Menurut hukum syara’, Fiqih berarti menggali hukum-hukum syara’ yang praktis dari dalil-dalil yang rinci.

Kata politik dalam bahasa arab berarti pemeliharaan.
Jika digabungkan, Fiqih politik berarti pemahaman yang mendalam tentang urusan-urusan ummat baik internal maupun eksternal, mengelola urusan-urusan ummat ini serta memeliharanya sesuai dengan hukum-hukum syari’at dan petunjuk-petunjuknya.

Kecakapan Hasan Al-Banna dalam Bidang Fiqih Politik
Hasan Al-Banna sedari kecil hidup di lingkungan ilmiah terutama ilmu Fiqih. Ayahnya seorang ualama hadits yang sangat terkenal pada zaman modern. Hasan Al-Banna memiliki kecerdasan yang tinggi, dibuktikan dengan kelulusannya dari Darul Ulum pada saat usianya kurang dari 21 tahun dan mendapat peringkat pertama dari seluruh mahasiswa Darul Ulum. Banyak kitab-kitab yang sudah beliau hafal, diantaranya adalah Al Jauharah, Ar Rahbiyah Fil Ilmil Mawarits, Al Fath Al Qadir, dll. Sebelum itu semua, Allah telah memberikan kemudahan kpada Hasan Al-Banna untuk menghafal al qur’an dan memahami maknanya. Hasan Al-Banna juga menguasai bidang hukum dan meahami secara mendalam tentang undang-undang dasar konvensional dan hukum positif konvensional terutama UUD Mesir dan hukum positif Mesir, serta buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum. Hasan Al-Banna mampu member komentar tentang hukum ini sebagaiman ahli hukum yang mumpuni di bidangnya.

Hasan Al-Banna juga banyak membaca kitab Fiqih umum dan Fiqih politik lalu menukilkan hukum-hukum Fiqih dari berbagai kitab tersebut dalam berbagai risalah maupun buu dan makalahnya. Dapat dicontohkan pada sebuah kisah perjalanan hidup beliau : ketika Imam Hasan Al-Banna – Rahimahullah – masih siswa yang umurnya belum melebihi sepuluh tahun, ia sudah membentuk organisasi di sekolah yang ia beri nama “Organisasi Mencegah Hal-hal yang Diharamkan”, ia yang menjadi pemimpinnya. Cara kerja organisasi ini ialah jika ia melihat seseorang dari masyarakat melanggar hukum syara’ maka ia akan diperingatkan secara yang unik, yaitu organisasi itu mengirim sepucuk surat yang menyebutkan hal itu dan memintanya untuk konsisten dengan hukum syara’.
Hasan Al-Banna sangat mengerti problematika ummat Islam dan mengikuti kejadian-kejadian politik yang terjadi di dunia Islam serta di luar dunia Islam. Karenanya beliau sangat mengerti mengenai kolonialisme barat yang gencar pada waktu itu, partai-partai politik yangsedang marak, dll. Kemudian menjelaskan pandangan-pandangannya terhadap kejadian tersebut sesuai dengan pandangan syari’at. Cita-cita beliau adalah membahagiakan keluarga dan kerabat kemudian menjadi pengajar menjadi seorang mursyid (pembimbing) dan pengajar.

Sumber Fiqih Politik
Menurut Hasan Al-Banna, sumber Fiqih politik adalah Al-Qur’an, Sunnah Roaulullah SAW, Kitab-kitab Fiqih. Berasal dari sumber inilah Hasan Al-Banna memberikan penilaian terhadap sistem-sistem politik untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian dan ketidaksesuaiannya dengan ajaran agama Islam.

Islam dan Politik
Islam adalah agama universal, meliputi semua unsur kehidupan. Menurut Hasan Al-Banna, tidak ada yang namanya pemisahan antara agama dan politik. Seperti ungkapan bahwa tidak ada kebaikan pada agama yang tidak ada politiknya dan tidak ada kebaikan dalam politik yang tidak ada agamanya.

Islam dan Kolonialisme Barat
Hasan Al-Banna menyadari dan selalu mengingatkan ummat Islam bahwasanya barat dengan propaganda busuknya mulai menyebarkan opini miring dan pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan yang Islam ajarkan, diantaranyabarat telah mempropagandakan bahwasanya Islam tidak ada hubungannya dengan pemerintahan, kekuatan, kesiagaan, politik dan jihad. Islam tidak menuntuk kepada pemeluknya untuk membela tanah air mereka dan membebaskan tanah air mereka dari orang-orang yang merampasnya. Hasan Al-Banna menyebut sifat pemahaman Islam ala barat itu dengan Islam Kolonialis Barat yang Hina. Padahal di dalam Al-Qur’an terdapat dalil yang mewajibkan adanya kepemimpinan dalam Islam (An-Nisa : 59,
An-Nisa : 83). Dan hal ini dinafikan oleh pemerintahan sekuler Turki yang dulu terbentuk pertama kali. Fungsinya adalah untuk memecah belah ummat Islam. Meurut Hasan Al-Banna, tugas ummat Islam adalah menjelaskan agama Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah kepada manusia yaitu Islam yang menjadi aqidah, syari’at dan sistem kehidupan. Lalu melalui Fiqih politiknya, Hasan Al-Banna menghimpun barisan jihad untuk mengusir para Islam Kolonialis yang Hina dari bumi Islam. Islam harus memimpin. Islam harus berkuasa. Islam harus mengatur urusan hidup manusia.

Ikhwanul Muslimin dan Politik
Hasan Al-Banna mengatakan dalam risalah Muktamar ke Enam, “kami adalah politikus, dalam arti, kami memperhatikan urusan-urusan ummat ini. Kami yakin bahwa kekuatan eksekutif adalah bagian dari ajaran agama Islam. Ia termasuk dalam kerangka agama Islam dan menjadi bagian dari hukum-hukum Islam. Kebebasan berpolitik dan kehormatan nasional adalah satu rukun dari rukun agama Islam dan menjadi salah satu kewajiban dari kewajiban agama ini. Kami berusaha sungguh-sungguh untuk melengkapi kebebasan ini dan untuk memperbaiki alat eksekutif. Kami memanglah demikian. Kami tidak membawa sesuatu yang baru. Ini adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh setiap muslim yang mempelajari agama Islam secara benar. Kami hanya mengenal dakwah kami dan kami tidak mengetahui arti keberadaan kami kecuali untuk merealisasikan tugas-tugas ini.dengan demikian, kami tidak keluar sehelai rambutpun dari dakwah kepada agama Islam. Islam tidak cukup disampaikan dengan nasehat atau ceramah, tetapi selalu mendorong kepada perjuangan dan jihad. Allah berfirman : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Al Ankabut : 69).

Tuntutan-Tuntutan Politik
Hasan Al-Banna mengajukan tuntutan-tuntutan yang rinci secara detail yang dikirimnya kepada para penguasa negara-negara arab. Tuntutan ini meliputi beberapa bidang, yaitu bidang politik, administrasi, peradilan, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi.

Pemerintahan Islam
Menurut Hasan Al-Banna, pemerintahan Islam adalah pemerintah yang terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah yang beragama Islam, melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam dan tidak melakukan maksiat secara terang-terangan, melaksanakan hukum-hukum dan ajaran agama Islam. Pemerintah itu beragama Islam karena para pelakunya, karena komitmen mereka terhadap akhlak-akhlak agama Islam dank arena melaksanakan hukum-hukum syari’at.

Menurut Hasan Al-Banna, pemerintahan merupakan salah satu dari rukun agama Islam atau salah satu dari kewajiban agama ini, tetapi kewajiban mendirikan pemerintahan Islam tidak sama dengan kewajiban-kewajiban agama Islam yang lain. Karena Islam tidak dapat direalisasikan sebagaimana yang dikehendaki Allah kecuali jika ada pemerintah yang menerapkan hukum-hukumnya dalam semua bidang kehidupan baik kehidupan politik, ekonomi, peradilan, hubungan internasional maupun yang lain.
Hasan Al-Banna juga menyebutkan bahwa agama Islam yang hanif mewajibkan tegaknya kaidah sistem sosial yang dibawa oleh agama ini kepada manusia. Islam tidak mengakui terjadinya situasi kacau dan tidak membenarkan jama’ah ummat Islam tidak memiliki seorang imam (pemimpin).
Adapun fungsi pemerintahan menurut Hasan Al-Banna adalah :

    Menjaga keamanan dan melaksanakan undang-undang
    Menyelenggarakan pendidikan
    Mempersiapkan kekuatan
    Memelihara kesehatan
    Memelihara kepentingan umum
    Mengembangkan kekayaan dan memelihara harta benda
    Mengokohkan akhlak
    Menyebarkan dakwah

Kemudian hak pemerintah disebutkanoleh Hasan Al-Banna, bahwa hak ini akan muncul jika negara telah menjalankan kewajibannya (An Nisa : 58-59). Diantaranya hak tersebut adalah loyalitas rakyat, sikap taat dan membantudengan jiwa dan harta.
Dalam penyikapan rakyat terhadap pemerintah, Hasan Al-Banna membaginya menjadi dua :

    Sikap terhadap penyimpangan pemerintah Islam. Jka pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya, maka berilah nasihat. Kemudian jika bertambah tidak mendengarkan nasehat Ahlul Hali Wal Aqdi dan tidak mendengarkan seruan untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan maka pemerintah itu harus dicopot dan dibubarkan.
    Sikap terhadap pemerintah yang tidak menerapkan ajaran Islam. Hasan Al-Banna berpendapat bahwa pemerintah seperti ini tidak boleh mendapat pengakuan. Dan ummat Islam harus berjuang untuk pencopotannya. Ummat Islam harus berjuang untuk membebaskan kekuasaan eksekutif dari kaum jahiliyah. Jalan pertama yang digunakan adalah jalai damai. Tetapi jika dakwah Islam terus dihalangi, maka akan dipakai jalan kekuatan yang dimulai dengan kekuatan aqidah dan agama kemudian kekuatan persatuan dan ikatan serta kekuatan fisik dan senjata.


Perubahan Secara Bertahap
Hasan Al-Banna dalam dakwahnya menerapkan sistem bertahap ayang mana tahapan akhir dari dakwahnya adalah merubah kondisi jahiliyah dan menciptakan kehidupan yang Islami. Tahapan-tahapan ini memerlukan waktu yang panjang, kesabaran, dan ketabahan. Sikap yang paling berbahaya adalah sikap ceroboh, tergesa-gesa, spekulatif, dan tidak melakukan studi dan perhitungan terhadap kondisi sekitarnya sehingga menjadi hancur dan menghancurkan setiap orang yang berada di sekelilingnya. Adapun tahapan tersebut adalah :

    Pengenalan (Ta’rif)
    Berupa pengenalan dengan tujuan-tujuan dakwah dan sarana-saran jama’ah serta mengajak masyarakat untuk mengikuti pemikiran Islam tentang program perubahan.
    Pembentukan (Takwin)
    Berupa pemilihan kader-kader yang memiliki kesanggupan untuk berbuat dan memulai kehidupan Islam serta mendirikan negara Islam. Kader dididik baik secara spiritual dan fisik sehingga menjadi pasukan-pasukan yang bertaggung jawab terhadap agama ini dan berjuang untuk menegakkan bendera agama dan mendirikan negara agama ini.
    Pelaksanaan (Tanfidz)
    Tahapan eksekusi, aksi dan produksi. Dan tahapan ini tak akan membuahkan hasil tanpa didahului tahapan ta’rif dan takwin.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Intelectual Moslem Community (IMC) - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -